Mp3

Kamis, 31 Mei 2012

Arsitektur bukan Aliran Seni Bebas


Wujud arsitektur bukan merupakan hasil ‘seni yang bebas’ kehendaknya dan melukis untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, seni arsitektur merupakan ‘seni yang terikat’ oleh kaidah-kaidah tertentu sebagai seni terapan yang mampu dinikmati semua pihak, menjadi milik masyarakat, bangsa dan para pengamat yang berhak menikmati karya arsitektur setempat (bukan impor dari luar). Arsitektur mencoba berusaha untuk berada di tengah masyarakatnya, para pemakai dan pemerhati.
Banyak bangunan yang sebetul-nya gagal secara fungsional atau tidak sesuai dengan perilaku pemakai, namun tetap diciptakan dengan ‘keterpaksaan’ karena faktor-faktor lain yang sama sekali melupakan ‘jati diri’-nya. Latar belakang dalam melakukan aktifitas sosial budaya, dalam masyarakat tradisional Jawa misalnya, banyak belajar menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya. Mereka memilih untuk berusaha hidup ‘selaras’ dengan alam, walaupun tidak merasa bahwa dirinya takluk kepada alam.
Bentukan arsitekturnya merupakan karya yang secara arif memanfaatkan potensi dan sumberdaya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis antara ‘jagad cilik’ (mikro kosmos) dengan ‘jagad gede’ (makro kosmos).
Menurut Koentjaraningrat (1983) masyarakat Jawa merasa berkewajiban untuk‘memayu-ayuning bawana’ yaitu pandangan hidup untuk selalu berupaya memperindah lingkungannnya, baik fisik maupun spiritual; menyangkut adat, tata cara, cita-cita ataupun nilai-nilai budaya lainnya. Dalam kaitannya dengan arsitektur, konsep ini mendasari pola keselarasan antara bangunan dengan lingkungannya termasuk juga dalam sistem ekologinya

0 komentar

Posting Komentar